Bima / Werkudara
Nama-nama lain :
- Bratasena
- Balawa
- Birawa
- Dandungwacana
- Nagata
- Kusumayuda
- Kowara
- Bima
- Pandusiwi
- Bayusuta
- Sena
- Wijasena
- Jagal Abilawa
Raden Werkudara atau Bima merupakan
putra kedua dari Dewi Kunti dan Prabu Pandudewanata. Tetapi ia sesungguhnya
adalah putra Batara Bayu dan Dewi Kunti sebab Prabu Pandu tidak dapat
menghasilkan keturunan. Ini merupakan kutukan dari Begawan Kimindama. Namun
akibat Aji Adityaredhaya yang dimiliki oleh Dewi Kunti, pasangan tersebut dapat
memiliki keturunan.
Pada saat lahirnya, Werkudara berwujud bungkus. Tubuhnya diselubungi oleh
selaput tipis yang tidak dapat disobek oleh senjata apapun. Hal ini membuat
pasangan Dewi Kunthi dan Pandu sangat sedih. Atas anjuran dari Begawan Abiyasa,
Pandu kemudian membuang bayi bungkus tersebut di hutan Mandalasara. Selama
delapan tahun bungkus tersebut tidak pecah-pecah dan mulai berguling kesana
kemari sehingga hutan yang tadinya rimbun menjadi rata dengan tanah. Hal ini
membuat penghuni hutan kalang kabut. Selain itu para jin penghuni hutan pun
mulai terganggu, sehingga Batari Durga, ratu dari semua makhluk halus, melapor
pada Batara Guru, raja dari semua dewa. Lalu, raja para dewa itu memerintahkan
Batara Bayu, Batari Durga, dan Gajah Sena, anak dari Erawata, gajah tunggangan
Batara Indra, serta diiringi oleh Batara Narada untuk turun dan memecahkan
bungkus bayi tersebut.
Sebelum dipecahkan, Batari Durga
masuk kedalam bungkus dan memberi sang bayi pakaian yang berupa, Kain Poleng
Bang Bintulu (dalam kehidupan nyata, banyak ditemui di pulau Bali sebagai
busana patung-patung yang danggap sakral (kain poleng= kain kotak-kotak
berwarna hitam dan putih), Gelang Candrakirana, Kalung Nagabanda, Pupuk Jarot
Asem dan Sumping (semacam hiasan kepala) Surengpati. Setelah berbusana lengkap,
Batari Durga keluar dari tubuh Bima, kemudian giliran tugas Gajah Sena
memecahkan bungkus dari bayi tersebut. Oleh Gajah Sena kemudian bayi tersebut
di tabrak, di tusuk dengan gadingnya dan diinjak-injak., anehnya bukannya mati
tetapi bayi tersebut kemudian malah melawan, setelah keluar dari bungkusnya.
Sekali tendang, Gajah Sena langsung mati dan lalu menunggal dalam tubuh si
bayi. Lalu bungkus dari Werkudara tersebut di hembuskan oleh Batara Bayu sampai
ke pangkuan Begawan Sapwani, yang kemudian dipuja oleh pertapa tersebut menjadi
bayi gagah perkasa yang serupa Bima. Bayi tersebut kemudian diberi nama
Jayadrata atau Tirtanata. Nama-nama lain bagi Bima adalah Bratasena (nama yang
di gunakan sewaktu masih muda), Werkudara yang berarti perut srigala, Bima,
Gandawastratmaja, Dwijasena, Arya Sena karena di dalam tubuhnya menunggal tubuh
Gajah Sena, Wijasena, Dandun Wacana, di dalam tubuhnya menunggal raja Jodipati
yang juga adik dari Prabu Yudistira, Jayadilaga, Jayalaga, Kusumayuda,
Kusumadilaga yang artinya selalu menang dalam pertempuran, Arya Brata karena ia
tahan menderita, Wayunendra, Wayu Ananda, Bayuputra, Bayutanaya, Bayusuta,
Bayusiwi karena ia adalah putra batara Bayu, Bilawa, nama samaran saat menjadi
jagal di Wiratha, Bondan Peksajandu yang artinya kebal akan segala racun, dan
Bungkus yang merupakan panggilan kesayangan Prabu Kresna.
Karena Bima adalah putra Batara
Bayu, maka ia memiliki kesaktian untuk menguasai angin. Werkudara memiliki
saudara Tunggal Bayu yaitu, Anoman, Gunung Maenaka, Garuda Mahambira, Ular Naga
Kuwara,Liman/ Gajah Setubanda, Kapiwara, Yaksendra Yayahwreka, dan Pulasiya
yang menunggal dalam tubuh Anoman sesaat sebelum perang Alengka terjadi (zaman
Ramayana).
Werkudara yang bertubuh besar ini
memiliki perwatakan berani, tegas, berpendirian kuat, teguh iman. Selama
hidupnya Werkudara tidak pernah berbicara halus kepada siapapun termasuk kepada
orang tua, dewa, dan gurunya, kecuali kepada Dewa Ruci, dewanya yang sejati, ia
berbicara halus dan mau menyembah.
Selama hidupnya Werkudara berguru
pada Resi Drona untuk olah batin dan keprajuritan, Begawan Krepa, dan Prabu
Baladewa untuk ketangkasan menggunakan gada. Dalam berguru Werkudara selalu
menjadi saingan utama bagi saudara sepupunya yang juga sulung dari Kurawa yaitu
Duryudana.
Para Kurawa selalu ingin
menyingkirkan Pandawa karena menurut mereka Pandawa hanya menjadi batu
sandungan bagi mereka untuk mengusasai kerajaan Astina. Kurawa menganggap
kekuatan Pandawa terletak pada Werkudara karena memang ia adalah yang terkuat
diantara kelima Pandawa, sehingga suatu hari atas akal licik Patih Sengkuni
yang mendalangi para Kurawa merencanakan untuk meracun Werkudara. Kala itu saat
Bima sedang bermain, dpanggilnya ia oleh Duryudana dan diajak minum sampai
mabuk dimana minuman itu di beri racun. Setelah Werkudara jatuh tak sadarkan
diri, ia di gotong oleh para kurawa dan dimasukkan kedalam Sumur Jalatunda
dimana terdapat ribuan ular berbisa di sana. Kala itu, datanglah Sang Hyang
Nagaraja, penguasa Sumur Jalatunda membantu Werkudara, lalu olehnya Werkudara
diberi kesaktian agar kebal akan bisa apapun dan mendapat nama baru dari San
Hyang Nagaraja yaitu Bondan Peksajandu.
Akal para Kurawa untuk menyingkirkan
Pandawa belum habis, mereka lalu menantang Yudistira untuk melakukan timbang
yang menang akan mendapatkan Astina seutuhnya. Jelas saja Pandawa akan kalah
karena seratus satu orang melawan lima, namun Werkudara memiliki akal, ia
meminta kakaknya menyisakan sedikit tempat buat dirinya. Werkudara lalu mundur
beberapa langkah, lalu meloncat dan menginjak tempat yang disisakan kakaknya,
sesaat itu pulalah, para Kurawa yang duduk paling ujung menjadi terpental jauh.
Para Kurawa yang terpental sampai ke negri-negri sebrang itu yang kemudian
dalam Baratayuda dinamai “Ratu Sewu Negara.” Diantaranya adalah Prabu Bogadenta
dari kerajaan Turilaya, Prabu Gardapati dari kerajaan Bukasapta, Prabu
Gardapura yang menjadi pendamping Prabu Gardapati sebagai Prabu Anom, Prabu
Widandini dari kerajaan Purantura, dan Kartamarma dari kerajaan Banyutinalang.
Cerita ini dikemas dalam satu lakon yang dinamai Pandawa Timbang.
Belum puas dengan usaha-usaha
mereka, Kurawa kembali ingin mencelakakan Pandawa lewat siasat licik Sengkuni.
Kali ini Para Pandawa diundang untuk datang dalam acara penyerahan kekuasaan
Amarta dan di beri suatu pesanggrahan yang terbuat dari kayu yang bernama Bale
Sigala-gala. Acara penyerahan tersebut diulur-ulur hingga larut malam dan para
Pandawa kembali di buat mabuk. Setelah para Pandawa tertidur, hanya Bima yang
masih terbangun karena Bima menolak untuk ikut minum- minuman keras. Pada
tengah malam, Para Kurawa yang mengira Pandawa telah tidur mulai membakar
pesanggrahan. Sebelumnya Arjuna memperbolehkan enam orang pengemis untuk tidur
dan makan di dalam pesanggrahan karena merasa kasihan. Saat kebakaran terjadi
Bima langsung menggendong ibu, kakak, dan adik-adiknya kedalam terowongan yang
telah dibuat oleh Yamawidura, yang mengetahui akal licik Kurawa. Mereka lalu
dibimbing oleh garangan putih yang merupakan jelmaan dari Sang Hyang Antaboga.
Sampai di kayangan Sapta Pratala. Di sini Werkudara kemudian berkenalan dan
menikah dengan putri Sang Hyang Antaboga yang beranama Dewi Nagagini. Dari
perkawinan itu mereka memiliki sorang putra yang kelak menjadi sangat sakti dan
ahli perang dalam tanah yang dinamai Antareja. Setelah para Pandawa
meninggalkan kayangan Sapta Pratala, mereka memasuki hutan. Di tengah Hutan
para Pandawa bertemu dengan Prabu Arimba yang merupakan putra dari Prabu
Tremboko yang pernah dibunuh Prabu Pandu atas hasutan Sengkuni. Mengetahui asal
usul para Pandawa, Prabu Arimba kemudian ingin membunuh mereka, tetapi dapat
dihalau dan akhirnya tewas di tangan Werkudara. Namun Adik dari Prabu Arimba
bukannya benci tetapi malah menaruh hati pada Werkudara. Sebelum mati Prabu
Arimba menitipkan adiknya Dewi Arimbi kepada Werkudara. Karena Arimbi adalah
seorang rakseksi, maka Werkudara menolak cintanya. Lalu Dewi Kunti yang melihat
ketulusan cinta dari Dewi Arimbi bersabda, “ Duh ayune, bocah iki…” (Duh
cantiknya, anak ini..!) Tiba-tiba, Dewi Arimbi yang buruk rupa itu menjadi
cantik dan lalu diperistri oleh Werkudara. Pasangan ini akhirnya memiliki
seorang putra yang ahli perang di udara yang dinamai Gatotkaca. Gatotkaca lalu
juga diangkat sebagai raja di Pringgandani sebagai pengganti pamannya, Prabu
Arimba.
Pada saat berada di hutan setelah
kejadian Bale Sigala-gala, ibunya meminta Werkudara dan Arjuna untuk mencari
dua bungkus nasi untuk Nakula dan Sadewa yang kelaparan. Werkudara datang
kesebuah negri bernama Kerajaan Manahilan dan di sana ia menjumpai Resi Hijrapa
dan istrinya yang menangis. Saat ditanyai penyebabnya, mereka menjawab bahwa
putra mereka satu satunya mendapat giliran untuk dimakan oleh raja di negri
tersebut. Raja dari negri tersebut yang bernama Prabu Baka atau Prabu Dawaka
memang gemar memangsa manusia. Tanpa pikir panjang, Werkudara langsung
menawarkan diri sebagai ganti putra pertapa tersebut. Saat dimakan oleh Prabu
Baka, bukannya badan dari Werkudara yang sobek tetapi gigi dari Prabu Baka yang
putus. Hal ini menyebabkan murkanya Prabu Baka. Tetapi dalam perkelahian
melawan Werkudara, Prabu Baka tewas dan seluruh rakyat bersuka ria karena raja
mereka yang gemar memangsa manusia telah meninggal. Oleh rakyat negri tersebut
Werkudara akan dijadikan raja, namun Werkudara menolak. Saat ditanyai apa
imbalan yang ingin diperoleh, Werkudara menjawab ia hanya ingin dua bungkus
nasi. Lalu setelah mendapat nasi tersebut Werkudara kembali ke hutan dan kelak
keluarga pertapa itu bersedia menjadi tumbal demi kejayaan Pandawa di
Baratayuda Jayabinangun. Sementara Arjuna juga berhasil mendapatkan dua bungkus
nasi dari belas kasihan orang. Dewi Kunti pun berkata “Arjuna, makanlah sendiri
nasi tersebut!” Dewi Kunti selalu mengajarkan bahwa dalam hidup ini kita tidak
boleh menerima sesuatu dari hasil iba seseorang.
Selain Gatotkaca dan Antareja,
Werkudara juga mamiliki putra yang ahli perang dalam air yaitu Antasena, Putra
Bima dengan Dewi Urangayu, putri dari Hyang Mintuna, dewa penguasa air tawar.
Para tetua Astina merasa sedih karena mereka mengira Pandawa telah meninggal
karena mereka menemukan enam mayat di pesanggrahan yang habis terbakar itu.
Kurawa yang sedang bahagia kemudian sadar bahwa Pandawa masih hidup saat mereka
mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Drupadi. Para Pandawa yang diwakilkan
Werkudara dapat memenangkan sayembara denagn membunuh Gandamana. Disaat yang
sama hadir pula Sengkuni dan Jayajatra yang ikut sayembara mewakili Resi Drona
tetapi kalah. Dari Gandamana, Werkudara memperoleh aji-aji Wungkal Bener, dan
Aji-aji Bandung Bandawasa. Setelah memenangkan sayembara tersebut, Werkudara
mempersembahkan Dewi Drupadi kepada kakaknya, Puntadewa.
Setelah mengetahui bahwa Pandawa
masih hidup, para tetua Astina seperti Resi Bisma, Resi Drona, dan Yamawidura
mendesak Prabu Destarastra untuk memberikan Pamdawa hutan Wanamarta, denagn
tujuan agar Kurawa dan Pandawa tidak bersatu dan menghindarkan perang saudara.
Akhirnya Destarastra menyetujuinya. Para Pandawa lalu dihadiahi hutan Wanamarta
yang terkenal angker. Dan dengan usaha yang keras akhirnya mereka dapat
mendirikan sebuah kerajaan yang dinamai Amarta. Werkudara pun berhasil
mengalahkan adik dari raja jin, Prabu Yudistira, yang bersemayam di Jodipati
yang bernama Dandun Wacana. Dadun Wacana kemudian menyatu dalam tubuh
Werkudara. Lalu, Werkudara mendapat warisan Gada Lukitasari selain itu,
Werkudara juga mendapat nama Dandun Wacana. Sebagai raja di Jodipati, Werkudara
bergelar Prabu Jayapusaka dengan Gagak Bongkol sebagai patihnya. Werkudara juga
pernah menjadi raja di Gilingwesi dengan gelar Prabu Tugu Wasesa.
Pada saat Pandawa kalah dalam
permainan judi dengan kurawa, para pandawa harus hidup sebagai buangan selama
12 tahun di hutan dan 1 tahun menyamar. Dalam penyamaran tersebut, Werkudara
menyamar sebagai jagal atau juru masak istana di negri Wiratha dengan nama
Jagal Abilawa. Di sana ia berjasa membunuh Kencakarupa, Rupakenca dan Rajamala
yang bertujuan memberontak. Sesungguhnya ia membunuh Kencakarupa dan Rupakenca
dengan alasan keduannya ingin memperkosa Salindri yang tidak lain adalah istri
kakaknya, Puntadewa, Dewi Drupadi yang sedang menyamar.
Pernah Bima diminta oleh gurunya,
Resi Drona, untuk mencari Tirta Prawitasari atau air kehidupan di dasar
samudra. Sebenarnya Tirta Prawitasari itu tidak ada di dasar samudra tetapi ada
di dasar hati tiap manusia dan perintah gurunya itu hanyalah jebakan yang di
rencanakan oleh Sengkuni dengan menggunakan Resi Drona. Namun Bima menjalaninya
dengan sungguh-sungguh. Ia mencari tirta Prawitasari itu sampai ke dasar
samudra di Laut Selatan. Dalam perjalanannya ia bertemu dengan dua raksasa
besar yang menghadang. Kedua raksasa itu bernama Rukmuka dan Rukmakala yang
merupakan jelmaan dari Batara Indra dan Batara Bayu yang di sumpah oleh Batara
Guru menjadi raksasa. Setelah berhasil membunuh kedua rakasasa tersebut dan
setelah raksasa tersebut berubah kembali ke ujud aslinya dan kembali ke
kayangan, Werkudara melanjutkan peprjalanannya. Sesampainya di samudra luas ia
kembali diserang oleh seekor naga bernama Naga Nemburnawa. Dengan kuku
pancanakanya, disobeknya perut ular naga tersebut. Setelah itu Werkudara hanya
terdiam di atas samudra. Di sini lah ia bertemu dengan dewanya yang sejati,
Dewa Ruci. Oleh Dewa Ruci, Werkudara kemudian diminta masuk kedalam lubang
telinga dewa kerdil itu. Lalu Werkudara masuk dan mendapat wejangan tentang
makna kehidupan. Ia juga melihat suatu daerah yang damai, aman, dan tenteram.
Setelah itu Werkudara menjadi seorang pendeta bergelar Begawan Bima Suci dan
mengajarkan apa yang telah ia peroleh dari Dewa Ruci.
Werkudara juga pernah berjasa dalam
menumpas aksi kudeta yang akan dilakukan oleh Prabu Anom Kangsa di negri
Mandura. Kangsa adalah putra dari Dewi Maerah, permaisuri Prabu Basudewa, dan
Prabu Gorawangsa dari Guwabarong yang sedang menyamar sebagai Basudewa. Saat
itu Kangsa hendak menyingkirkan putra-putra Basudewa yaitu Narayana (kelak
menjadi Kresna), Kakrasana (kelak menjadi Baladewa, raja pengganti ayahnya) dan
Dewi Lara Ireng (kelak menjadi istri Arjuna yang bernama Wara Sumbadra). Dalam
lakon berjudul Kangsa Adu Jago itu, Werkudara berhasil menyingkirkan Patih
Suratimantra dan Kangsa sendiri tewas oleh putra-putra Basudewa, Kakrasana dan
Narayana. Sejak saat itulah hubungan kekerabatan antara Pandawa dan Kresna
serta Baladewa menjadi lebih erat.
Dalam lakon Bima Kacep, Werkudara
menjadi seorang pertapa untuk mendapat ilham kemenangan dalam Baratayuda.
Ketika sedang bertapa datanglah Dewi Uma yang tertarik dengan kegagahan sang
Werkudara. Mereka lalu berolah asmara. Namun, malang, Batara Guru, suami Dewi
Uma, memergoki mereka. Oleh Batara Guru, alat kelamin Werkudara dipotong dengan
menggunakan As Jaludara yang kemudian menjadi pusaka pengusir Hama bernama
Angking Gobel. Dari hubungannya dengan Dewi Uma, Bima memiliki seorang putri
lagi bernama Bimandari. Lakon ini sangat jarang dipentaskan. Dan beberapa
dalang bahkan tidak mengetahui cerita ini.
Selain Ajian yang diwariskan oleh
Gandamana, Werkudara juga memiliki Aji Blabak pangantol-antol dan Aji
Ketuklindu. Dalam hal senjata, Werkudara memiliki senjata andalan yaitu Gada
Rujak Polo. Selain itu Werkudara juga memiliki pusaka Bargawa yang berbantuk kapak
serta Bargawastra yang berbentuk anak panah. Anak panah tersebut tak dapat
habis karena setiap kali digunakan, anak panah tersebut akan kembali ke
pemiliknya. Ia pernah pula bertemu dengan Anoman, saudara tunggal Bayunya.
Disana mereka bertukar ilmu, dimana Werkudara mendapat Ilmu Pembagian Jaman
dari Anoman dan Anoman mendapat Ilmu Sasra Jendra Hayuningrat. Sebelumnya,
arwah Kumbakarna yang masih penasaran dan ingin mencapai kesempurnaan juga
menyatu di paha kiri Raden Werkudara dalam cerita Wahyu Makutarama yang
menjadikan ksatria panegak Pandawa tersebut bertambah kuat. Dalam perang besar
Baratayuda Jayabinangun Werkudara berhasil membunuh banyak satria Kurawa,
diantaranya, Raden Dursasana, anak kedua kurawa yang dihabisinya dengan kejam
pada hari ke 16 Baratayuda untuk melunasi sumpah Drupadi yang hanya akan
menyanggul dan mengeramas rambutnya setelah dikeramas dengan darah Dursasana
setelah putri Pancala tersebut dilecehkan saat Pandawa kalah bermain dadu. Bima
juga membunuh adik- adik Prabu Duryudana yang lain seperti, Gardapati di hari
ke tiga Baratyuda, Kartamarma, setelah Baratayuda, dan Banyak lagi. Werkudara
pun membunuh Patih Sengkuni di hari ke 17 dengan cara menyobek kulitnya dari
anus sampai ke mulut untuk melunasi sumpah ibunya yang tidak akan berkemben
jika tidak memakai kulit Sengkuni saat Putri Mandura tersebut dilecehkan
Sengkuni pada pembagian minyak tala. Hal tersebut juga sesuai dengan kutukan
Gandamana yang pernah dijebak Sengkuni demi merebut posisi mahapatih Astina
bahwa Sengkuni akan mati dengan tubuh yang dikuliti.
Pada hari terakhir Baratayuda, semua
perwira Astina telah gugur, tinggal saingan terbesar Werkudaralah yang tersisa
yaitu raja Astina sendiri, Prabu Duryudana. Pertarungan ini diwasiti oleh Prabu
Baladewa sendiri yang merupakan guru dari kedua murid dengan aturan hanya boleh
memukul bagian tubuh pinggang keatas. Dalam pertarungan itu Duryudana tubuhnya
telah kebal dan hanya paha kirinya yang tidak terkena minyak tala, karena ia
tidak mau membuka kain penutup kemaluannya yang masih menutupi paha kirinya
saat Dewi Gendari mengoleskan minyak tersebut ke tubuh Duryudana. Banyak pihak
yang menyalah artikan paha ini dengan mengatakan betis kiri. Sebenarnya yang
betul adalah paha karena dalam bahasa Jawa wentis adalah paha bukan betis.
Duryudana yang mencoba memukul paha kiri Werkudara gagal karena di paha kiri
Werkudara bersemayam arwah Kumbakarna yang mengakibatkan paha kiri Bima menjadi
sangat kuat, ditempat lain Werkudara mulai kewalahan karena Duryudana kebal
akan segala pukulan Gada Rujak Polonya.
Untunglah Arjuna dari kejauhan
memberi isyarat dengan menepuk paha kiri nya. Werkudara yang waspada dengan
isyarat adiknya itu langsung menghantamkan gadanya di paha kiri Duryudana,
dalam dua kali pukul Duryudana sekarat, oleh Werkudara, Duryudana lalu dihabisi
dengan menghancurkan wajahnya sehingga tak berbentuk. Baladewa yang melihat hal
itu menganggap Werkudara berbuat curang dan hendak menghukumnya, namun atas
penjelasan dari Prabu Kresna akan kecurangan yang dilakukan terlebih dulu oleh
Duryudana dan kutukan dari Begawan Maetreya akhirnya Prabu Baladewa mau
memaafkannya. Saat Begawan Maetreya datang menghadap Duryudana dan memberi
nasehat tentang pemberian setengah kerajaan kepada Pandawa, Duryudana hanya
duduk dan berkata, seorang pendeta seharusnya hanya berpendapat jika sang raja
memintanya, sambil menepuk-nepuk paha kirinya. Bagi Begawan Maetreya hal ini
dianggap sebagai penghinaan, ia lalu menyumpahi Prabu Duryudana kelak mati
dengan paha sebelah kiri yang hancur.
Setelah Baratayuda usai, Para
Pandawa datang menghadap Prabu Destarastra dan para tetua Astina lainnya.
Ternyata Destarastra masih menyimpan dendam pada Werkudara yang mendengar bahwa
banyak putranya yang tewas di tangan Werkudara terutama Dursasana yang di
bunuhnya dengan kejam. Saat para Pandawa datang untuk memberi sembah sungkem pada
Destarastra, diam-diam Destarastra membaca mantra Aji Lebursaketi untuk
menghancurkan Werkudara, namun, Prabu Kresna yang tahu akan hal itu mendorong
Werkudara kesamping sehingga yang terkena aji-aji tersebut adalah arca batu.
Seketika itu pulalah arca tersebut hancur menjadi abu. Destarastra kemudian
mengakui kesalahannya dan iapun mundur dari pergaulan masyarakat dan hidup
sebagai pertapa di hutan bersama istrinya dan Dewi Kunti. Beberapa pakem wayang
mengatakan bahwa Prabu Destarastra telah tewas sebelum pecah perang Baratayuda
saat Kresna menjadi Duta Pandawa ke Astina. Saat itu ia tewas terinjak-injak
putra-putranya yang berlarian karena takut akan kemarahan Prabu Kresna yang
telah menjadi Brahala.